Selasa, 20 Desember 2016

sejarah perkembangan kesultanan banten dan cirebon

SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI BANTEN

SEJARAH ISLAM MASUK KE BANTEN - SEBELUM ISLAM BERKEMBANG DI BANTEN
sejarah perkembangan islam di kesultanan bantenSekitar permulaan abad ke 16, di daerah pesisir Banten sudah ada sekelompok masyarakat yang menganut agama Islam. Penyebarannya dilakukan oleh salah seorang pemimpin Islam yang dikenal sebagai wali berasal dari Cirebon yakni Sunan Gunung Jati dan kemudian dilanjutkan oleh putranya Maulana Hasanudidin untuk menyebarkan secara perlahan-lahan ajaran agama Islam daerah Banten.
Banten adalah salah satu pusat perkembangan Islam, karena Banten mempunyai peranan penting dalam tumbuh dan berkembangnya Islam, khususnya di daerah Jakarta dan Jawa Barat. Dikarenakan letak geografisnya yang sangat strategis sebagai kota pelabuhan. Di Banten telah berdiri satu kerajaan Islam yang lebih dikenal oleh masyarakat Banten dan sekitarnya dengan sebutan Kesultanan Banten.
KEADAAN BANTEN PRA ISLAM
Daerah Banten memiliki beberapa data arkeologi dan sejarah dari masa sebelum Islam masuk ke daerah ini, sumber data arkeologi menujukan bahwa sebelum Islam masyarakat Banten hidup pada masa tradisi prasejarah dan tradisi Hindu-Buddha.
Pada awal abad ke XVI, di Banten yang berkuasa adalah Prabu Pucuk Umun, dengan pusat pemerintahan Kadipaten di Banten Girang sedangkan Banten Lama hanyalah berfungsi sebagai pelabuhan saja. Untuk menghubungkan antara Banten Girang dengan pelabuhan Banten, dipakai jalur sungai Cibanten yang pada waktu itu masih dapat dilayari. Tapi disamping itu pula masih ada jalan darat yang dapat dilalui yaitu melalui jalan Kelapa Dua.
SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI BANTEN
Sultan Maulana Hasanuddin sangatlah berpengaruh dalam penyebaran Islam di Banten, karna beliau adalah seorang Sultan yg pertama kali menjadi penguasa di kerajaan Islam di Banten, beliau mendirikan Kesultanan Banten, bahkan beliau mendapatkan gelar  Pangeran Sabakingking atau Seda Kikin, gelar tersebut di persembahkan dari kakeknya yaitu Prabu Surasowan pada masa itu Prabu Surasowan menjabat menjadi Bupati di Banten.
 Sultan Maulana Hasanuddin adalah putera dari Syaikh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati) dan Nyi Kawunganten (Putri Prabu Surasowan), beliau adalah seorang sultan yg mengerti akan ekonomi dan politik.
Prabu Surasowan wafat, namun kini pemerintahan banten di wariskan kepada anaknya, yakni Arya Surajaya (Prabu Pucuk Umun), di mana pada masa itu Arya Surajaya menganut Agama Hindu, pada pemerintahan Arya Surajaya, Syarif Hidayatullah kembali ke Cirebon atas panggilan dari kepengurusan Bupati  di Cirebon, karna Pangeran Cakrabuana wafat, Lalu Syarif Hidayatullah di angkat menjadi Bupati di Cirebon sekaligus menjadi Susuhanan Jati. Sedangkan puteranya, Hasanuddin memilih menjadi Guru Agama Islam di Banten, bahkan beliau di kenal memiliki banyak Santri di wilayah Banten, lalu beliau mendapatkan gelar Syaikh menjadi Syaikh Hasanuddin.
Meskipun beliau menetap di Banten, namun beliau tetap menjenguk sang Ayah di Cirebon untuk bersilahturahmi, setelah sering bersilahturahmi, beliau mendapatkan tugas dari Ayahnya untuk meneruskan Tugas Sang Ayah yakni menyebarkan Agama Islam di Banten.
Setiba di Banten, Syaikh Maulana Hasanuddin melanjutkan misi dakwah ayahnya. Bersama para santrinya, beliau berkeliling dari satu daerah ke daerah lainnya.
Pada masa pemerintahan Prabu Pucuk Umun, hubungan antara Prabu Pucuk Umun dan Sultan Maulana Hasanuddin sangatlah buruk yang tidak di pahami oleh Masyarakat, Prabu Pucuk Umun tetap bersih Kukuh untuk mempertahankan Ajaran Sunda Wiwitan (agama Hindu sebagai agama resmi di Pajajaran) di Banten, namun tidak sedemikian dengan Syaikh Maulana Hasanuddin, beliau terus melanjutkan Dakwahnya dengan lancar.
Namun pada masa itu Prabu Pucuk Umun menantang Syaikh Maulana Hasanuddin untuk berperang, namun bukan berperang untuk duel, namun beradu Ayam, karena tidak ingin menimbulkan banyak korban.
Prabu Pucuk Umun memilih tempat adu kesaktian Ayam di Lereng Gunung Karang, karena di anggap sebagai tempat yang netral, pada waktu yang di tentukan Kedua Pihak pun beramai-ramai mendatangi lokasi, Prabu Pucuk Umun dan Syaikh Maulana Hasanuddin tidak hanya membawa Ayam Jago saja melainkan membawa Pasukan untuk meramaikan dan menyaksikan pertarungan tersebut, bahkan pasukan satu sama lain membawa senjata, karena untuk menghadapi berbagai kemungkinan, Prabu Pucuk Umun membawa Golok yang terselip di pinggangnya dan Tombak yang di genggamnya, namun Syaikh Maulana Hasanuddin hanya membawa sebilah Keris Pusaka milik Ayahnya yakni Sunan Gunung Djati yang di warisi kepada Syaikh Maulana Hasanuddin.
Setiba di arena pertarungan, Prabu Pucuk Umun mengambil tempat di tepi utara arena Sebelum pertarungan dimulai, kedua ayam jago dibawa ke tengah arena. Kedua ayam jago tersebut masih berada di dalam kandang anyaman bambu. Ayam jago milik Prabu Pucuk Umun telah diberi ajian otot kawat tulang besi dan di kedua tajinya dipasangi keris berbisa. Sementara ayam milik Maulana Hasanuddin tidak dipasangi senjata apapun, tapi tubuhnya kebal terhadap senjata tajam. Ayam itu telah dimandikan dengan air sumur Masjid Agung Banten. Pada saat ayam itu dimandikan, dibacakan pula ayat-ayat suci Alquran.
Konon, ayam jago milik Maulana Hasanuddin adalah penjelmaan salah seorang pengawal sekaligus penasehatnya yang bernama Syekh Muhammad Saleh. Ia adalah murid Sunan Ampel dan tinggal di Gunung Santri di Bojonegara, Serang. Karena ketinggian ilmunya dan atas kehendak Allah, ia mengubah dirinya menjadi ayam jago.
Akhirnya pertarungan tersebut di mulai, dari kedua belah pihak saling memberikan semangat kepada jagoannya masig-masing. Tiba-tiba ayam jago Pucuk Umun jatuh terkulai di tanah dan meregang nyawa. Rupanya ayam jago itu terkena tendangan keras ayam jago Maulana Hasanuddin. Para pendukung Pucuk Umun pun menjadi bungkam, sedangkan pendukung Syaikh Maulana Hasanuddin melompat kegirangan sambil meneriakkan takbir.
Akhirnya, Syaikh Maulana Hasanuddin memenangkan pertandingan adu ayam itu. Prabu Pucuk Umun pun mengaku kalah. Ia kemudian mendekati Maulana Hasanuddin untuk memberi ucapan selamat seraya menyerahkan golok dan tombaknya sebagai tanda pengakuan atas kekalahannya. Penyerahan kedua senjata pusaka juga berarti penyerahan kekuasaannya kepada Maulana Hasanuddin atas Banten Girang.
Setelah itu, Prabu Pucuk Umun berpamitan. Ia bersama beberapa pengikutnya kemudian mengungsi ke Banten Selatan, tepatnya di Ujung Kulon atau ujung barat Pulau Jawa. Mereka bermukim di hulu Sungai Ciujung, di sekitar wilayah Gunung Kendeng. Atas perintah Prabu Pucuk Umun, para pengikutnya diharapkan untuk menjaga dan mengelola kawasan yang berhutan lebat itu. Konon, merekalah cikal bakal orang Kanekes yang kini dikenal sebagai suku Baduy.
            Sedangkan para pengikut Prabu Pucuk Umun yang terdiri dari pendeta dan punggawa Kerajaan Pajajaran menyatakan masuk Islam di hadapan Syaikh Maulana Hasanuddin. Dengan demikian, semakin muluslah jalan bagi Syaikh Maulana Hasanuddin dalam menyebarkan dakwah Islam di Banten. Atas keberhasilan tersebut, ia kemudian diangkat oleh Sultan Demak sebagai Bupati Kadipaten Banten. Pusat pemerintahan semula di Banten Girang dipindahkan ke Banten Lor (Surosowan) yang terletak di pesisir utara Pulau Jawa. 
Selanjutnya, karena keberhasilannya memimpin daerah itu dengan membawa kemajuan yang pesat di berbagai bidang, Kadipaten Banten kemudian diubah menjadi negara bagian Demak atau Kesultanan Banten dengan tetap mempertahankan Maulana Hasanuddin sebagai sultan pertama.
            Pada tahun 1526 M Banten Pasisir berhasil direbut oleh Panglima Fadillah Khan dan pasukannya, Hasanudin diangkat menjadi Bupati Banten Pasisir, pada usia 48 tahun. Konon ketika terjadi huru hara, Hasanudin dibantu oleh beberapa pasukannya dari Banten Girang. Kelak dikemudian hari Banten Girang menggabungkan diri dengan wilayah Banten Pesisir, sehingga praktis Hasanudin menjadi penguasa Banten Pasisir dan Banten Girang. Hampir semua penduduk Banten beralih agama menganut Islam. Ia bernama nobat Panembahan Hasanudin.
         Untuk memperkuat posisi pemerintahannya, Hasanudin membangun wilayah tersebut sebagai pusat pemerintahan dan administratif. Ia pun mendirikan istana yang megah yang diberi nama Keraton Surasowan, mengambil nama kakeknya (Surasowan) yang sangat menyayanginya. Nama Keraton tersebut akhirnya berkembang menjadi nama kerajaan. Berita ini diabadikan didalam prasasti tembaga berhuruf Arab yang dibuat oleh Sultan Abdul Nazar (1671-1687), nama resmi kerajaan Islam di Banten adalah Negeri Surasowan.
Pada tahun 1568 M Susuhunan Jati Wafat, kemudian Penembahan Hasanuddin memproklamirkan Surasowan sebagai Negara yang merdeka, lepas dan kekuasaan Cirebon. Panembahan Hasanuddin menikah dengan puteri Indrapura, kemudian memperoleh putera, bernama Maulana Yusuf. Kelak Maulana Yusuf menggantikan posisinya sebagai penguasa Banten.
         Selain Maulana Yusuf, Panembahan Hasanudin dari istrinya yang kedua, yakni Ratu Ayu Kirana (puteri sulung Raden Patah Sultan Demak) yang juga sering disebut Ratu Mas Purnamasidi, Panembahan Hasanudin memperoleh putera, diantaranya Ratu Winahon, kelak menjadi isteri Tubagus Angke Bupati Jayakarta (Jakarta), dan Pangeran Arya, yang diangkat anak oleh bibinya, Ratu Kalinyamat, kemudian ia dikenal sebagai Pangeran Jepara.
Kini Banten telah di akui di berbagai wilayah bahkan sampai ke daerah eropa maupun asia, banten juga sempat di sebut sebagai Amsterdam karna banten adalah pusat perdangan terbesar, banten juga terkenal akan kebudayaannya yang mencolok classic sangat mengundang para tamu untuk melihatnya.


Peninggalan Kesultanan Banten

Masjid Agung BantenMasjid Agung Banten
Masjid dengan atap bangunan yang menyerupai pagoda ini dibangun oleh arsitek Cina bernama Tjek Ban Tjut pada masa pemerintahan sultan pertama dari Kesultanan Banten, Sultan Maulana Hasanuddin, putra dari Sunan Gunung Jati di tahun 1560. Di sisi utara dan selatan masjid ini terdapat makam kuno para sultan Banten dan keluarganya. Sementara, menara masjid yang tingginya 24 meter, terdapat di sisi timur dan menjadi atraksi bagi para wisatawan karena keunikan bentuk bangunannya. Menara itu dibangun oleh arsitek Belanda, Hendrik Lucasz Cardeel. Cardeel juga membangun bangunan khusus di sisi selatan masjid yang dulu digunakan sebagai tempat bermusyawarah dan berdiskusi.
Masjid Agung Cirebon
Masjid Agung CirebonMasjid yang juga dikenal dengan nama Masjid Agung Kasepuhan dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini diprakarsai pembangunannya oleh Sunan Gunung Jati dan diarsiteki oleh Sunan Kalijaga. Masjid ini selesai dibangun pada tahun 1480, di masa penyebaran agama Islam oleh Wali Songo. Berlokasi di kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, masjid ini mempunyai keunikan berupa sembilan pintu untuk masuk ke ruangan utama, yang melambangkan Wali Songo. Di bulan Ramadhan, sumur air Banyu Cis Sang Cipta Rasa selalu ramai dikunjungi oleh peziarah yang meyakini air dari sumur itu mampu mengobati berbagai penyakit. Masjid Agung Cirebon juga dikenal dengan nama Masjid Sunan Gunung Jati.
Top of Form
Bottom of Form
Istana Keraton Kaibon
 Istana Kaibon adalah sebuah Istana tempat tinggal Ratu Aisyah, ibunda dari Sultan Syaifuddin. Bentuknya hanyalah tinggal Reruntuhan saja. Disampingnya ada sebuah Pohon besar dan sebuah Kanal. Menurut penduduk sekitar, dulunya ini adalah sebuah Istana yang sangat megah. Namun, Pada tahun 1832, Belanda menghancurkannya saat terjadi peperangan melawan Kerajaan Banten.
http://3.bp.blogspot.com/-i6bs8QwnZrc/Uq0toQtphyI/AAAAAAAAJ80/18wV_weMwKw/s400/istana-kaibon.jpgIstana Keraton Surosowan
Tidak Jauh dari Istana Keraton Kaibon, terdapat sebuah Situs Istana Surosoan yang merupakan Kediaman para SultanBanten, dari Sultan Maulana Hasanudin hingga Sultan Haji yang pernah berkuasa pada tahun 1672-1687, Istana ini dibangun pada tahun 1552. Dibanding Istana Kaibon yang terlihat masih berupa bangunan, Istana Surosoan, hanya tinggal berupa sisa-sisa bangunannya saja. Sisa bangunan megah ini berupa Benteng yang terbuat dari batu merah dan batu karang dengan tinggi 0,5 – 2 meter. Ditengahnya terdapat kolam persegi empat. Konon, kolam tersebut adalah bekas pemandian para putri termasuk Rara Denok. Dengan luas sekitar 4 hektar. Bangunan sejarah ini dihancurkan oleh Belanda pada masa kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa tahun 1680.
Danau Tasikar

Danau ini terletak tidak jauh dari Istana Kaibon, Konon, Danau tersebut luasnya 5 Hektar dan bagian dasarnya dilapisi oleh Batu Bata, Pada masa itu danau ini dikenal dengan http://1.bp.blogspot.com/-kONWYT2f1rg/Uq0wavni70I/AAAAAAAAJ9I/1vHR4VblCYg/s1600/100_1203.jpgnama "Situ Kardi" yang memiliki sistem ganda, selain sebagai penampung air di Sungai Cibanten yang digunakan sebagai PengairanPersawahan, danau ini juga dimanfaatkan sebagai pasokan Air bagi keluarga Keraton dan Masyarakat sekitarnya.
Pengindelan Emas
http://1.bp.blogspot.com/-adbjRLTvOdY/Uq0y1SNCTwI/AAAAAAAAJ9U/uXiyB0jwV7Q/s400/20120910_123805.jpg
Danau ini terletak tidak jauh dari Istana Kaibon, Konon, Danau tersebut luasnya 5 Hektar dan bagian dasarnya dilapisi oleh Batu Bata, Pada masa itu danau ini dikenal dengan nama "Situ Kardi" yang memiliki sistem ganda, selain sebagai penampung air di Sungai Cibanten yang digunakan sebagai PengairanPersawahan, danau ini juga dimanfaatkan sebagai pasokan Air bagi keluarga Keraton dan Masyarakat sekitarnya.







kerajaan cirebon - keraton kasepuhanSEJARAH MASUKNYA AGAMA ISLAM DI CIREBON

Kerajaan Cirebon merupakan sebuah kerajaan bercorak Islam ternama yang berasal dari Jawa Barat. Kesultanan Cirebon berdiri pada abad ke-15 dan 16 Masehi. Kesultanan Cirebon juga merupakan pangkalan penting yang menghubungkan jalur perdagangan antar pulau.
Kesultanan Cirebon berlokasi di pantai utara pulau Jawa yang menjadi perbatasan antara wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat, ini membuat Kesultanan Cirebon menjadi pelabuhan sekaligus “jembatan” antara 2 kebudayaan, yaitu budaya Jawa dan Sunda. Sehingga Kesultanan Cirebon memiliki suatu kebudayaan yang khas tersendiri, yaitu kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi oleh kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda.
kerajaan cirebon - keraton kasepuhan 2Sejarah Kerajaan Cirebon
Menurut Sulendraningrat yang mendasarkan pada naskah Babad Tanah Sunda dan Atja pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Cirebon mulanya adalah sebuah dukuh kecil yang awalnya didirkan oleh Ki Gedeng Tapa, yang lama-kelamaan berkembang menjadi sebuah perkampungan ramai dan diberi nama Caruban (Bahasa Sunda: campuran).
Dinamakan Caruban karena di sana ada percampuran para pendatang dari berbagai macam suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, latar belakang dan mata pencaharian yang berbeda. Mereka datang dengan tujuan ingin menetap atau hanya berdagang.
Karena awalnya hampir sebagian besar pekerjaan masyarakat adalah sebagai nelayan, maka berkembanglah pekerjaan lainnya, seperti menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai yang bisa digunakan untuk pembuatan terasi. Lalu ada juga pembuatan petis dan garam.
Air bekas pembuatan terasi inilah akhirnya tercipta nama “Cirebon” yang berasal dari Cai(air) dan Rebon (udang rebon) yang berkembang menjadi Cirebon yang kita kenal sekarang ini.Karena memiliki pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari pedalaman, Cirebon akhirnya menjadi sebuah kota besar yang memiliki salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa.
Pelabuhan sangat berguna dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di kepulauan seluruh Nusantara maupun dengan negara lainnya. Selain itu, Cirebon juga tumbuh menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.
Pendirian dan Silsilah Raja Kerajaan Cirebon
kerajaan cirebon - prabu siliwangiPangeran Cakrabuana (1430 – 1479) merupakan keturunan dan kerajaan Pajajaran. Ia adalah putera pertama dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dan istri pertamanya yang bernama Subanglarang (puteri Ki Gedeng Tapa). Raden Walangsungsang(pangeran Cakra Buana) meiliki dua orang saudara kandung, yaitu Nyai Rara Santang dan Raden Kian Santang.
Sebagai anak laki-laki tertua, seharusnya ia berhak atas tahta kerajaan Pajajaran. Namun karena ia memeluk agama Islam yang diturunkan oleh ibunya, posisi sebagai putra mahkota akhirnya digantikan oleh adiknya, Prabu Surawisesa (anak laki-laki dari prabu Siliwangi dan Istri keduanya yang bernama Nyai Cantring Manikmayang).
Ini dikarenakan pada saat itu (abad 16) ajaran agama mayoritas di Kerajaan Pajajaran adalah Sunda Wiwitan (agama leluhur orang Sunda) Hindu dan Budha. Pangeran Walangsungsang akhirnya membuat sebuah pedukuhan di daerah Kebon Pesisir, mendirikan Kuta Kosod (susunan tembok bata merah tanpa spasi) membuat Dalem Agung Pakungwati serta membentuk pemerintahan di Cirebon pada tahun 1430 M.
Dengan demikian, Pangeran Walangsungsang dianggap sebagai pendiri pertama Kesultanan Cirebon.Pangeran Walangsungsang, yang telah selesai menunaikan ibadah haji kemudian disebut Haji Abdullah Iman. Ia lalu tampil sebagai “raja” Cirebon pertama yang memerintah kerajaan dari keraton Pakungwati dan aktif menyebarkan agama Islam kepada penduduk Cirebon.

PENINGGALAN KESULTANAN CIREBON

Peninggalan Berupa Keraton
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQP1rtkk06Ed8VROJWmrIBdDGBaJbv6SOv_hyR92T2cCkdj0uDeMJFUSAaJDUzA-RpovioPyoalVlelUM0zvZkQmxRtdjHE1yXrL2Z1P5VDVSyghhgpNaw2Z_fOVnVVWvzNkrwAl1b958/s1600/peninggalan+kerajaan+Cirebon+-+keraton+kasepuhan.jpgKesultanan Cirebon meninggalkan beberapa keraton yang antara lain keraton Kasepuhan Cirebon, Keraton Kanomanan, dan Keraton Kacirebonan.
1.      Keraton Kasepuhan Cirebon kini terletak di Kec. Lemah Wungkuk, Kotamadya Cirebon. Ia merupakan pusat pemerintahan dari kesultanan Cirebon pada masa silam. Di keraton ini akan dapat kita jumpai bangunan-bangunan dengan gaya arsitekturnya yang unik, kereta Singa Barong, benda-benda kuno dan naskah kuno.
2.      Keraton Kanoman adalah keraton yang didirikan oleh Sultan Anom I pada tahun 1678. Letaknya berada di 300 meter sebelah utara keraton Kasepuhan. Keraton ini telah berdiri sejak wafatnya Panembahan Girilaya.
3.      Keraton Kacirebonan adalah keraton terkecil yang dimiliki kesultanan Cirebon. Letaknya berada di 1 km barat daya Keraton Kasepuhan. Di dalamnya juga terdapat berbagai benda-benda bersejarah peninggalan kerajaan Cirebon seperti keris, wayang, gamelan, dan perlengkapan perang.
Peninggalan Berupa Masjid
Selain mewarisi peninggalan sejarah berupa keraton, Kerajaan Cirebon juga meninggalkan beberapa bangunan masjid. Adanya bangunan-bangunan masjid kuno tersebut tentu bisa menjadi bukti bahwa syiar Islam pada masa itu memang telah berkembang dengan sangat pesat. Adapun beberapa masjid peninggalan kerajaan Cirebon tersebut antara lain
1.      Masjid Sang Cipta Rasa adalah masjid yang dibangun Wali Songo pada tahun 1498 di kompleks keraton Kasepuhan. Berdasarkan cerita rakyat, masjid ini didirikan hanya dalam waktu 1 malam saja. Subuh keesokan harinya masjid yang hingga kini masih berdiri kokoh tersebut telah digunakan untuk sholat berjamaah.
2.      Masjid Jami Pakuncen berada di Tegal Arum, Kab. Tegal - Jawa Tengah. Masjid ini didirikan oleh Sunan Amangkurat I sebagai tempat penting untuk keperluan syiar Islam di tanah Cirebon pada masa itu.
Peninggalan Berupa Makam
Pemakaman muslim kuno yang kini masih terpelihara juga merupakan peninggalan yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan Islam di Kesultanan Cirebon. Di antara makam tersebut misalnya makam Sunan Gunung Jati dan makam para penguasa kerajaan lainnya.
Kompleks pemakaman peninggalan Kerajaan Cirebon terletak di Keraton Cirebon, 6 km dari pusat Kota Cirebon, Jawa Barat. Di hari Jumat, kompleks pemakaman ini sangat ramai karena banyak orang dari berbagai daerah datang untuk berziarah dan mengalap berkah. Selain makam Sunan Gunung Jati, dikompleks ini juga terdapat makam Fatahillah, panglima perang Batavia. Adapun di dalam kompleks tersebut, ada banyak benda-benda bersejarah seperti perkakas, piring, dan logam-logam kuno yang berasal dari masa kekuasaan Dinasti Ming, China.
Peninggalan Berupa Benda Pusaka
Kesultanan Cirebon juga meninggalkan beberapa benda pusaka dan yang paling terkenal adalah pusaka yang berwujud kereta, misalnya kereta Singa barong atau kereta Paksi Naga Liman. Kereta ini adalah kereta kuno yang berasal dari tahun 1549 buatan cucu Sunan Gunung Jati yang bernama Panembahan Losari.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtuS_FE3w6hVkW-QJmirnDUSV4PObIZq1xJAkiLJIYVFH7SDXB2WT7MDMmRvLDMzRe8iLxgOucPG5I0Cn87bABRVJkRvhw3xTjaPNGR4fj9nUxnokRPX-s4Z9BLTDCuHJ-FdWaR_K3gBI/s1600/peninggalan+kerajaan+Cirebon+-+Kereta+Paksinaga+Singa+barong.jpgKereta ini memiliki bentuk yang sangat unik dan penuh filosofi. Pada kereta ini terukir pahatan belalai gajah, kepala naga, dan buroq. Gajah melambangkan persahabatan Cirebon dan India, naga melambangkan persahabatan Cirebon dan China, sedangkan buroq melambangkan persahabatan Cirebon dan Mesir. Perlu diketahui bahwa keunikan kereta ini juga terletak pada bagian sayapnya yang dapat otomatos mengepak ketika kereta tengah berjalan.

1 komentar:

  1. Bolavita sebagai agen judi online terpercaya menawarkan kemitraan bersama untuk semua produk taruhan online untuk anda yang berminat menjadi agen dengan odds terbaik di Asia. Semua produk taruhan terbukti kredibel dan berkualitas sehingga anda nyaman pada saat bermain melalui situs kami.

    Tersedia Bonus :
    • Bonus 10% Deposit Pertama
    • Bonus 5% Deposit Harian
    • Bonus Cashback 5% - 10%
    • Bonus Referral 7% + 2%
    • Bonus Rollingan 0.5% + 0.7%
    • Diskon Potongan Taruhan Togel 30% sampai 66%

    Tersedia Transaksi Via :
    - Rekening Bank ( Semua yang ada di Indonesia )
    - OVO / LINKAJA / GOPAY
    - PULSA

    Link Untuk Daftar : http://159.89.197.59/register/

    Kontak Resmi Bolavita (Online 24 Jam Setiap Hari) :
    WA : +62812-2222-995
    Telegram : +62812-2222-995
    Wechat : Bolavita
    Line : cs_bolavita

    Linkaja
    Casino
    Sabung Ayam

    BalasHapus